Google
 

Buaya Pemakan Manusia Ditangkap

Tim penangkap buaya dari Taman Safari Indonesia (TSI) yang bekerja sama dengan Australia Zoo, Flora Fauna Indonesia (FFI), Yayasan Leuseur Indonesia (YLI), dan Departemen Kehutanan berhasil menangkap salah satu buaya yang selama ini sering berkonflik dengan penduduk di wilayah Kabupaten Meulaboh, Aceh Barat, Nanggroe Aceh Darussalam (NAD). Seekor buaya sepanjang 5 meter ditangkap di Sungai Woyla pada 24 Januari 2008. "Dalam waktu tiga hari sudah berhasil ketangkep, sebelumnya sulit diprediksi butuh berapa lama untuk menangkap. Buaya yang ditangkap juga besar, dominan, dan dewasa penuh," kata Tony Sumampauw, Kepala TSI, saat dihubungi, Rabu (6/2). Sebelumnya, ia mengabarkan keberhasilan tim tersebut kepada Kompas.com melalui email. Program perburuan buaya ini sesuai permintaan Departemen Kehutanan, melalui Direktorat Konservasi Keanekaragaman Hayati, Ditjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam untuk membantu mengatasi konflik buaya yang beberapa kali menyebabkan korban manusia. Sampai saat ini, konflik tersebut telah memicu korban manusia 4 orang. Wilayah konflik buaya dan manusia telah disurvai antara tanggal 1-4 September 2007. Diperkirakan terdapat 20 buaya yang berkeliaran di wilayah sekitar pemukiman penduduk. Buaya-buaya tersebut mungkin pindahan dari habitat yang rusak karena tsunami, sebab konflik mulai muncul sejak tsunami melanda Aceh dua tahun lalu. Tim penyelamat buaya (rescue) dari Australia Zoo yang terdiri dari Brian Coulter, Toby Milyard, dan Kate Coulter bersama tim dari Taman Safari Indonesia (TSI), Rofandi dan kawan-kawan, memulai perburuan tanggal 21 Januari 2008. Mereka berangkat dari Jakarta melalui Banda Aceh dan baru tiba di Meulaboh tanggal 22 Januari 2008. Sehari kemudian, tim memasang kandang jebak di aliran Sungai Woyla, Desa Le Sayang, sekitar 2 kilometer dari basecamp, dengan meletakkan umpan seekor babi. Keesokan harinya, saat team mengecek, seekor ekor buaya berukuran 5 meter sudah terperangkap dalam kandang jebak. "Rencananya buaya direlokasi ke lokasi lainnya yang jauh dari wilayah konflik, tapi ditolak Bupati Meulaboh. Alasannya, khawatir bisa menjadi konflik baru," ujar Tony. Saat survey awal, tempat relokasi sebanarnya sudah dipilih di Danau Suak, Tapak Tuan yang ditempuh dalam tujuh jam dari Meulaboh. Ia mengatakan relokasi ke habitat alaminya tetap menjadi prioritas program ini. Namun, sambil menunggu keputusan tempat relokasi, buaya tersebut dititipkan ke Kebun Binatang Janto di Banda Aceh sejak 26 Januari 2008 untuk menghindari stress di dalam kandang yang dapat menyebabkan kematian. Sementara itu, tim rescue menghentikan perburuan dan dikirim kembali ke Jakarta. "Kita nggak mungkin menangkap terus apalagi kalau tidak ada translokasi. Tetapi kita juga tidak akan membiarkan ditembak mati warga seperti yang sudah terjadi. Informasi kepada pmerintah dan masayarakat mungkin akan menjadi prioritas," ujar Tony. "Mungkin dalam waktu dekat, satu bulan ke depan, kita akan kembali ke sana untuk memberikan informasi lebih lengkap kepada Bupati dan masyarakat." Misalnya, dalam bentuk board dan penyuluhan kepada penduduk yang tinggal di sekitar sungai agar dapat mengenali tanda-tanda kehadiran buaya dan menghindari konflik dengan buaya. Kalau selama ini penduduk tetap seenaknya mandi di sungai, konflik tidak akan selesai karena buaya akan mendapat mangsa yang empuk.

Tidak ada komentar: